Warisan Kolonial dan Proses Penciptaan Bahasa Indonesia - Chronicles Best of 2024


Dalam sejarah panjang kolonialisme di Indonesia, salah satu aspek yang jarang terlihat tetapi sangat strategis adalah bagaimana kolonial Belanda merancang dan membangun "pabrik pengetahuan." Mereka tidak hanya menguasai wilayah, tetapi juga menciptakan sistem pengetahuan yang selaras dengan kepentingan kolonial. Hal ini termasuk mengontrol narasi sejarah, mengatur hukum adat, hingga membentuk cara berpikir masyarakat lokal melalui bahasa.

Pabrik Pengetahuan Kolonial

Belanda menyusun ulang berbagai naskah kuno, seperti Babad Tanah Jawi, agar lebih koheren menurut logika Eropa. Naskah-naskah ini disesuaikan sehingga hanya memuat informasi yang dianggap "layak" dibaca oleh pribumi. Para pejabat kolonial, yang sering kali ahli dalam bahasa lokal, menjadi ujung tombak upaya ini. Mereka membuat kamus awal, memetakan hukum adat, dan menciptakan satuan hukum berdasarkan pemahaman kolonial. Sebagai contoh, Van Vollenhoven membagi hukum adat ke dalam kategori-kategori tertentu, seperti Batak, Madura, dan lainnya.

Pengaruh dari "pabrik pengetahuan" ini masih terasa hingga kini. Sistem pengetahuan dan pemahaman hukum adat yang diwariskan Belanda tetap menjadi bagian dari struktur sosial dan hukum Indonesia modern.

Bahasa sebagai Medan Pikiran

Bahasa tidak hanya menjadi medium komunikasi, tetapi juga alat dominasi pikiran. Noam Chomsky pernah menyatakan bahwa bahasa adalah cara untuk mengartikulasikan pikiran. Dalam konteks kolonial, penguasaan bahasa lokal oleh Belanda bukan sekadar untuk mempermudah komunikasi, tetapi juga untuk memahami dan mengendalikan cara berpikir masyarakat.

Awal Mula Bahasa Indonesia

Di sisi lain, ada arus perlawanan intelektual yang muncul di bawah bayang-bayang kolonialisme. Dari awal abad ke-20, proyek kesusastraan mulai berkembang, terutama dengan munculnya penulis seperti Tirta Adesuryo dan Mas Marco. Mereka menggunakan novel sebagai media untuk menyuarakan ide-ide politik, keadilan, dan persatuan. Kesadaran kolektif yang muncul ini menjadi cikal bakal dari bahasa Indonesia modern.

Antara tahun 1910 hingga 1920-an, surat kabar tumbuh pesat bak jamur di musim hujan. Kota-kota kecil pun memiliki beberapa koran lokal, menciptakan jaringan informasi yang luas. Fenomena ini digambarkan oleh Ben Anderson dalam konsepnya print capitalism sebagai fondasi untuk membayangkan diri sebagai bagian dari sebuah bangsa, imagined communities. Surat kabar menjadi alat penting untuk membentuk identitas nasional, yang pada akhirnya mengarah pada peristiwa penting seperti Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Pertempuran Ideologis

Di tengah perkembangan kesadaran nasional ini, Belanda terus berupaya untuk mempertahankan kontrolnya. Mereka merapikan struktur pengetahuan dan narasi sesuai kepentingan kolonial, tetapi di sisi lain, masyarakat Indonesia menggunakan media yang sama untuk melawan. Ini bukan sekadar pertempuran fisik, tetapi juga pertempuran ideologis yang menentukan masa depan bangsa.

Penutup

Proses lahirnya bahasa Indonesia tidak terlepas dari perlawanan terhadap kolonialisme dan upaya untuk menciptakan kesadaran nasional. Dari upaya Belanda untuk menguasai narasi hingga perjuangan intelektual rakyat Indonesia melalui sastra dan pers, terbentuklah sebuah identitas baru yang menjadi fondasi bagi kemerdekaan. Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, tetapi simbol persatuan, perlawanan, dan harapan untuk masa depan yang lebih adil.\

Sumber: Chronicles Best of 2024

Komentar

Postingan Populer