Contoh Bagian Pendahuluan Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat

Anak-anak Pecinta Alam (PA) SMANJA sedang mengidentifikasi benih di persawahan milik warga dalam kegiatan program pengabdian anak-anak pecinta alam (Fotografer: Suhadi, 2024

PANDUAN MEMBUAT PENDAHULUAN: 

Bagian pendahuluan merupakan bagian awal rancangan yang didalamnya memuat tentang potensi kelebihan dan kelemahan yang dimiliki sebuah komunitas atau masyarakat. Untuk menyusun bagian pendahuluan, penyusun dapat melakukan pengamatan, wawancara, serta studi dokumen tentang keberadaan sebuah komunitas dan masyarakat. Adapun indikator potensi kelebihan dan kelemahan adalah anggota komunitas, kegiatan komunitas, serta sarana dan prasarana pendukung yang ada atau yang tersedia dalam komunitas. Dari indikator tersebutlah nantinya digunakan untuk memetakan sekaligus menyusun program pemberdayaan apa yang cocok diterapkan. 

CONTOH: 

Bertaman merupakan kegiatan mengolah dan menata lahan dengan menumbuhkan berbagai tanaman seraya memperhatikan segi keindahan. Pada umumnya kegiatan ini kerap diperankan para perempuan, termasuk juga laki-laki. Jenis-jenis tanaman yang biasa di tanam di pelataran sekitar rumah ini diantaranya tanaman bunga, rumput taman, sayur-sayuran, tanaman obat keluarga (toga), hingga tanaman buah. 

Tujuan bertaman adalah menata dan memperindah rumah dengan ragam tanaman. Berbekal hobby pula, mereka kerap merogoh dompetnya untuk membeli pot, media tanam, pupuk, hingga jenis-jenis bunga lainnya. Taman rumah kadang juga menjadi identitas rumah keluarga. Dengan keunikan desain taman dan kekhasan tanamannya, rumah terkesan asri dan menawan.  

Keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam hal kergiatan pertamanan rumah, merupakan modal sosial yang penting untuk dikembangkan ke dalam kegiatan yang lebih fungsional. Misal dalam mengembangkan program ketahanan pangan keluarga, program kesehatan melalui tanaman obat keluarga, kegiatan pertamanan dapat dijadikan pintu masuk dalam kegiatan tersebut. 

Dalam rangka menuju ketahanan pangan tiap-tiap keluarga, dimana setiap keluarga diharapkan berdaya dalam mencukupi sebagian dari bahan-bahan yang dikonsumsi keluarga, maka partisipasi perempuan dan laki-laki, serta hobby bertaman tiap-tiap keluarga, dapat gerakkan untuk menanam berbagai tanaman yang dapat dikonsumsi guna mendukung ketahanan pangan keluarga. 

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau.  Menurut Arlius dkk (2017) ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya, baik secara fisik maupun ekonomi. Hal senada juga ditekankan oleh Sudargo & Armawi(2019) dimana ketahanan pangan keluarga adalah terpenuhinya pangan dalam keluarga yang cukup baik kualitas maupun kuantitas secara terus menerus. 

Dalam konteks sosiologis, program ketahanan pangan keluarga merupakan pola sosial dalam mengenalkan jenis-jenis tanaman pangan serta bagaimana teknik budidaya tanaman pangan tersebut dalam sebuah sebuah lembaga keluarga dalam rangka mendukung kemandirian pangan agar tidak seluruhnya tergantung dari lembaga sosial lainnya. Jika tiap-tiap lembaga keluarga memiliki kemandirian dalam mencukupi sebagian kebutuhan pangan mereka, maka keluarga sama halnya telah berperan dalam menjaga kelestarian jenis-jenis pangan yang ada. Apalagi tiap-tiap keluarga di berbagai wilayah telah memiliki keunikan dalam jenis tanaman pangan, memiliki keunikan dalam hal budidayanya, serta memiliki keunikan dalam hal cara memasaknya disertai dengan cara menikmati melalui tradisi pendukungnya, maka lembaga keluarga sebenarnya telah memiliki peran serta dalam menjaga keanekaragaman kekayaan pangan bangsa Indonesia. Keanekaragaman pangan tersebut dapat meliputi bahan pangan untuk membuat makanan berat, bahan pangan untuk membuat makanan ringan, bahan pangan untuk minuman, hingga bahan pangan yang mengandung obat alternatif untuk membentengi daya tahan tubuh dari serangan bakteri dan virus serta menghindari makanan dan minuman yang berbahaya. Berangkat dari konteks sosilogis inilah perlu kiranya diluncurkan model panduan program pemberdayaan tanaman pangan di tingkat keluarga.

Ketika tiap-tiap keluarga memiliki akses secara fisik dan ekonomi dalam mencukupi kebutuhan pangan, maka akan terbentuk pola jaring pengaman sosial dimana antar keluarga satu dengan keluarga yang lain akan saling mengisi kebutuhan pangan antar keluarga. Dari sisi inilah, potensi ketidaktahanan atau kelangkaan pangan dalam sebuah masyarakat akan terhindarkan. Antar keluarga satu sama yang lain akan membentuk pola saling memberi bahan pangan yang dimilikinya. Pada saat itulah jaring pengaman sosial di bidang pangan akan terbentuk dengan sendirinya. 

Berdasar daya dukung infrastruktur dan modal sosial yang dimiliki keluarga, dimana terdapat infrastruktur lokasi halaman rumah dan pertamanan yang dimiliki keluarga, serta adanya daya dukung dalam bentuk modal sosial yaitu pola tindakan bertaman di tiap-tiap rumah dan keluarga, maka implementasi dari model panduan program pemberdayaan tanaman pangan di tingkat keluarga, dimungkinkan dapat dilakukan. 

Panduan program pemberdayaan tanaman pangan ini dapat digunakan kelompok sosial urban farming, yaitu sebuah kelompok keluarga kota yang biasanya dalam mencukupi kebutuhan pangan keluarganya dari pertanian. Dibanding dengan keluarga desa yang biasanya memiliki stok pangan yang cukup, urban farming  dapat berperan memproduksi tanaman pangan sendiri di lahan sekitar rumah mereka.  

Adapun tahapan program pemberdayaan tanaman pangan ditingkat keluarga diantaranya melalui beberapa tahapan. Tahap pertama, tahap membuat media tanam yang didalamnya terdapat tahapan membuat membuat pupuk kompos dan media tanam. Tahap kedua, tahap membuat tabulampot dari bahan limbah. Ketiga, tahap menentukan jenis tanaman pangan termasuk sayuran dan tanaman obat. Keempat adalah tahap pemeliharaan tanaman hingga pemanenan, merupakan tahapan penting dalam mengenali karakteristik jenis tanaman pangan berdasarkan keunikan masing-masing, Kelima, tahap evaluasi yang dilanjutkan tindak lanjutnya. 

Rujukan Tulisan 
  • Arlius, A., Sudargo, T., & Subejo, S. (2017). Hubungan ketahanan pangan keluarga dengan status gizi balita (studi di desa palasari dan puskesmas kecamatan legok, kabupaten tangerang). Jurnal Ketahanan Nasional, 23(3), 359.
  • Sudargo, T., & Armawi, A. (2019). Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang, Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Ketahanan Nasional, 25(2), 178-203.
Penulis adalah Suhadi, guru Sosiologi SMA Negeri 1 Jakenan

Komentar

Postingan Populer