REKAYASA BERSIH SUNGAI DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA - Edisi Makalah

Penulis adalah Suhadi (Guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Jakenan) Perilaku manusia dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam sangat menentukan kelestarian sumberdaya itu sendiri. Apabila sumberdaya alam diperlakukan dengan baik, maka sumberdaya itu pun akan memberikan kepada manusia yang terbaik pula (Purwaningsih, 2007). Cara pandang antroposentris yang dikawinkan dengan ekosentris tersebut cukup populer pada sistem sosial yang memimpikan lompatan pemajuan dalam segala hal.  Namun kecanggihan manusia dalam meramu model pemajuan tersebut, masih saja bocor. Hal ini dapat dilihat masih saja terjadi sumberdaya alam yang diperlakukan dengan tidak baik, yang akhirnya sumberdaya itu akan memberikan malapetaka kepada tatanan lingkungan dan umat manusia. Dan naifnya, kebocoran-kebocoran itu kemudian dipasrahkan saja dengan konsep nasib dan takdir, atau yang akrab dengan cara pandangan kelompok teosentris. Selanjutnya mari kita dudukkan cara pandang tersebut dengan membahas masalah Sungai Lasem. Apakah cara pandang tersebut masih relevan? Ataukah ada alternatif cara pandang yang lain?

Menurut Ilahude dan Usman (2016) pesisir utara Pulau Jawa termasuk pantai terbuka terhadap pengaruh energi gelombang dari arah barat laut dan timur laut yang mengundang abrasi dan dampak pendangkalan Sungai Lasem. Proses abrasi di sepanjang garis pantai Lasem khususnya di bagian timur laut relatif besar. Pasokan sedimen dari pesisir pantai bagian timur laut Lasem tersebut cenderung diendapkan di bagian tengah dan barat daya atau tepatnya di Sungai Lasem. Menurut Pasaribu et al (2014) arus pasang membawa sedimen tersuspensi dari laut mengendap di muara sungai serta saat arus surut sedimen tersuspensi yang berada di muara sungai terbawa arus menuju laut dan menyebar. Setiady & Usman (2016) pantai pesisir utara mengalami kemajuan garis pantai yang disebabkan morfologi pantai yang sangat landai dan pasokan sedimen yang tinggi terutama di sekitar muara sungai, termasuk Lasem. 

Tabel. Sumber daya akrasi hasil sedimentasi di pantai utara Kabupaten Rembang

Sumber: Setiady, D., & Usman, E. (2016)

Handoyo et.al.(2020) melaporkan Sungai Lasem terjadi kekeruhan perairan dengan tingkat sedimentasi yang cukup tinggi, dan juga ditambah dengan kenaikan muka air laut menyebabkan dampak sedimentasi di muara sungai pantai Dasun Rembang. 

Keberadaan Sungai Lasem dikategorikan ke dalam sungai yang tercemar ringan sampai berat, sedangkan berdasarkan faktor fisika kimia yang diukur Sungai Lasem dikategorikan ke dalam sungai yang tercemar ringan sampai sedang (Munshori, 2003).

Pada tahun 2016 dan 2019 masyarakat Dasun berteriak keras atas kondisi Sungai Lasem yang tercemar (Minan, 2019). Dalam liputan tersebut, kondisi air di Sungai Lasem berwarna merah kehitaman akibat tercemar limbah dan sampah (Minan, 2019). Studi Simatupang dan Amijaya (2017) juga melaporkan hal yang sama, dimana Sungai Lasem yang tertutupi oleh sampah di sepanjang bantaran. Teriakan warga tersebut tampaknya direspon oleh LIPI dengan melakukan penelitian kualitas air di sungai, memang benar muara sungai di Lasem mengandung logam berat Cd, Cr, dan Pb, dimana kandungan Cd hampir melebihi batas aman (Arif, 2020). 

Satu tahun kemudian, Sungai Lasem masih dikabarkan menjadi muara sampah (Zaim, 2021). Karena dampak sampah Sungai Lasem yang langsung bersinggungan dengan pantai desa dasun, berdasarkan kabar dari Website Pemerintah Desa Dasun, masyarakat Dasun melakukan dua kali bersih sungai dalam setahun (Setyonugroho, 2020). Kegiatan tersebut tampaknya dilakukan secara mandiri. Kondisi yang demikian tentu berdampak pula pada nelayan khususnya di desa Dasun. Setiap tahunnya para Nelayan  mengalami kesulitan ketika perahunya hendak melintasi sungai tersebut (Khofshoh, 2022).

Hingga tahun 2023, tampaknya warga Desa Dasun masih sendirian dalam melakukan bersih sungai. Tercatat pada tanggal 04 Maret 2023, masyarakat Dasun harus menyisir sampah dari hulu ke hilir, karena selalu mendapatkan kiriman sampah rumah tangga di sepanjang aliran Sungai Lasem. Dalam laporan yang dipublikasikan website desa, masyarakat Dasun berkali protes keras. Masalah sampah Sungai Lasem ini sudah dilaporkan berkali-kali. Padahal, Lasem sekarang sudah berpredikat Kota Pusaka dan akan menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional, namun Sungai yang dahulu menjadi zona inti perkembangan kota Lasem kini kondisinya memprihatinkan (Setyonugroho, 2023).

Dalam lintasan pengamatan lokasi dan dokumentasi, Sungai Lasem dalam keadaan banyak sampah. Tampak sampah plastik dan sisa perabotan rumah tangga menumpuk di bantaran sungai. Sampah plastiknya bermacam mulai plastik kresek, pampers, kasur, dan bantal (Ririn. 2020). Fungsi sungai yang saat ini mulai berubah menjadi pembuangan sampah atau limbah rumah tangga (Adhitya & Erlangga, 2023).

Sumber: https://www.facebook.com/desadasunkecamatanlasem 

Menurut Setyonugroho (2023) Sungai Lasem merupakan sungai utama di daerah aliran sungai (DAS) Lasem yang memiliki luas 252,9 km². Seluruhnya mencangkup Kabupaten Rembang, yang meliputi Kecamatan Lasem, Pancur, Pamotan, Gunem, Bulu serta sebagian kecil Kecamatan Sedan, Sale dan Kecamatan Sulang. Daerah aliran sungai ini memiliki satu waduk di wilayah Desa Panohan, Kecamatan Gunem. Anak sungainya meliputi: Kali Brangkal, Kali Sumberagung, Kali Dungkap, Kali Grenjeng, Kali Clebo, Kali Dowan. Dengan banyaknya wilayah pemukiman yang dilalui Sungai Lasem dan anak sungai, Sungai Lasem (dan keadaannya sekarang) sangat erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat sekitar.

Dalam liputan Channel Youtube RembangTV (2019) dan Website Desa Dasun (2020) mengabarkan, sampah Sungai Lasem berasal dari pembuangan sampah rumah tangga dan limbah industri menjadikan Sungai Lasem menjadi tercemar. 

Berdasar sebaran kabar media online dan studi terdahulu, masalah Sungai Lasem ada dua, yaitu terjadi pendangkalan sungai dan keberadaan sampah. 

Berdasarkan lini masa dari kabar media online tersebut, tampak keberadaan sampah dan kualitas air yang ada pada Sungai Lasem, merupakan hasil dari interaksi manusia terhadap sungai dengan menggunakan cara pandang antroposentris. Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta (Yuono, 2019). Hal tersebut dapat dilihat sungai dijadikan muara membuang dan membersihkan sisa dari proses kehidupan bermasyarakat. Walaupun demikian, terdapat potensi masyarakat dalam menggunakan cara pandang ekosentris. Potensi cara pandang tersebut dapat dilihat adanya tindakan sosial (walaupun dalam skala desa) untuk  hidup saling melestarikan antara alam dan manusia dengan ditunjukkan bersih sungai. Walaupun demikian, senada Sulaeman et al (2021) manusia yang memiliki posisi yang sangat sentral di tengah alam semesta ini, manusia dapat melakukan lompatan selaku pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan alam. Hanya saja tindakan sosial ekosentrism ini dalam batas arus kecil saja.

Ekosentrisme merupakan cara pandang yang bertumpu pada keseimbangan alam, kesadaran akan bencana dan mendorong kesadaran moral dalam hal ini solidaritas untuk bertindak secara bersama-sama memperbaiki perilaku yang berpotensi merusak  alam. Perihal cara pandang ekosentrisme terhadap Sungai Lasem adalah menggunakan cara pandang yang arif berbasis kearifan lokal (termasuk mitologi) dalam rangka memperbaiki masalah Sungai Lasem. 

Dalam konteks Nusantara, banyak sekali tindakan sosial yang arif dalam melestarikan sungai. Kearifan lokal (termasuk mitologi) melestarikan sungai yang telah mengakar kuat tersebut, menurut Ningsih (2021) dapat dalam bentuk tradisi bersih-bersih sungai yang didalamnya terkandung nilai religi, pendidikan dan kesehatan. 

Melihat tradisi bersih sungai di Indonesia, dapat dijumpai tradisi bersih sungai di ponorogo (Sunyoto, 2018), Tradisi Iriban di DAS Garang Hulu Semarang, Tradisi Lubuk Larangan untuk konservasi sungai tercemar (Rosdah dan Yoserizal, 2017), Tradisi Marak memberi ikan sungai (Saputra, 2018), Tari Rodhat untuk ritual bersih sendang (Suharji, 2014), Sapu Bumi Segoro gerakan peduli sampah menuju laut (Sumarmi, et al. 2020), Tradisi Perang Lumpur/ Popokan (Hafizd, 2017), Upacara Adat Kungkum (Nadhifah, 2019), dan Tradisi Nyadran Kali (Prakoso, 2023). Ragam tradisi tersebut masih aktif digelar dalam rangka melestarikan keberadaan dan fungsi sungai. 

Selain tradisi bersih sungai, masyarakat kita juga lekat dengan mitos yang berfungsi untuk konservasi sungai. Peran mitos yang masih aktif dalam menjaga kelestarian sungai di Indonesia dapat ditemui mitos merti code dan mitos legenda sendang made. Mitos Merti Code yaitu aspek mitologis hingga pelaksanaan rangkaian upacaranya yang sakral dan sangat efektif untuk melindungi unsur ekologi dari ancaman pengrusakan sehingga terjaga kelestarian ekosistemnya serta menggerakkan warga agar berpartisipasi aktif di yogyakarta (Hamim, 2021). Hal yang sama juga terdapat pada masyarakat desa Made kecamatan Kudu kabupaten Jombang adalah Legenda Sendang Made (Fendy et.al, 2020). 

Tampaknya Sungai Lasem masih kosong dari pagelaran tradisi dan mitologi yang dapat mengusung gerakan pelestarian sungai. Mungkin saja keberadaan Sungai Lasem terlepas kegiatan sosial budaya masyarakat. Mungkin juga peran dan fungsi Sungai Lasem saat dahulu cenderung dikuasai oleh struktur kuasa. Misal peran dan fungsi Sungai Lasem peruntukannya cenderung terpusat untuk usaha dok kapal dan pelabuhan perusahaan era kolonial. Sehingga jejak tradisi dan mitologi masyarakat sekitar tidak tertinggal di Sungai Lasem. 

Selain sepi tradisi dan mitologi dalam konservasi, Sungai Lasem hampir belum tersentuh dengan program pemerintah. Jika di luar sana cukup masif dengan Program Pemerintah, misal program Normalisasi Sungai untuk Kurangi Risiko Banjir Wilayah Utara Provinsi Jawa Tengah (Kementerian PUPR, 2021), program Peringati hari sungai (Kementerian PUPR, 2023), Program Pariwisata Pengendalian Banjir (Kementerian PUPR, 2023), Program Penghijauan Kawasan Sungai (Kementerian PUPR, 2023), dan program Normalisasi Sungai Ciliwung (Kementerian PUPR, 2023), berbeda keadaan ini di Sungai Lasem. 

Beberapa ide kreatif dalam menyambangi, merawat, dan melestarikan cukup mudah ditemukan. Mulai dari ide menautkan pola pemukiman hingga ide konservasi sungai. Beberapa ide melestarikan sungai tersebut dapat dilihat diantaranya konsep sungai menjadi beranda depan rumah (Rahmitiasari dan Sari, 2014),  revitalisasi permukiman tradisional tepi sungai (Hayuni dan Syahbana (2014), ide konservasi sungai (Setyowati et.al, 2018), revitalisasi kawasan sungai (Arbani, 2017), dan program pengembangan ekowisata berkelanjutan (Abdoellah et.al 2019). Tampaknya sebaran ide tersebut juga belum menarik penciuman untuk menyentuh Sungai Lasem. 

Begitu halnya peran seni dalam menyentuh masalah Sungai Lasem, juga masih tampak sepi. Padahal ide kreatif mengawinkan peran seni dalam melestarikan sungai telah lama digaungkan. Ide pertunjukan seni itu dapat dilihat diantaranya; punden sungai (Hidayat, 2006), pertunjukan wayang topeng (Hidajat, 2015), kreasi seni pasar sungai (Atta, 2017), hingga pagelaran wayang klitik untuk upacara bersih sendang (Iskandar et.al, 2020). Tampaknya ide menggerakkan seni ke Sungai Dasun juga masih sepi. 

Berdasarkan identifikasi cara pandang masyarakat terhadap sungai, masalah Sungai Lasem, dan sepinya program pemerintah dalam melestarikan Sungai Lasem, maka perlu dilakukan terobosan lain agar gerakan pelestarian Sungai Lasem berlangsung. Untuk menyusun gerakan pelestarian Sungai Lasem, langkah yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi interaksi sosial Sungai Lasem. Dengan mengidentifikasi siapa saja yang berinteraksi langsung dengan Sungai Lasem, akan didapatkan daya dukung gerakan pelestarian Sungai Lasem. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat tiga elemen yang berinteraksi dengan Sungai Lasem. Tiga elemen tersebut adalah nelayan dasun dan tasiksono, sungutan tambak, dan  penikmat wisata Sungai Lasem.

Interaksi nelayan dasun, tasiksono, dan nelayan layur dengan Sungai Lasem adalah adanya relasi fungsi dimana Sungai Lasem menjadi jalur lintasan dan tempat bersandar kapal-kapal nelayan. Tercatat terdapat tiga kelompok nelayan yang langsung berhubungan dengan Sungai Lasem. Pertama, nelayan dasun dan tasiksono yang dalam kesehariannya menggunakan Sungai Lasem menjadi tempat sandar kapal ikan. Aktivitas sebelum dan sesudah berlayar juga dilakukan di Sungai Lasem, tepatnya di tambatan dasun. Tampak mereka menyiapkan alat tangkap, memperbaiki kapal, menjual hasil tangkap juga dilakukan di Sungai Lasem. Hampir separuh aktivitasnya menjadi nelayan, mereka menghabiskan waktunya di bantaran sungai. Hingga saat ini tercatat puluhan kapal nelayan yang bersandar di bantaran sungai tambatan dasun. Kedua adalah kelompok nelayan desa tasiksono. Kelompok nelayan ini menyatu dengan kelompok nelayan desa dasun dengan menyandarkan perahu-perahunya di bantaran sungai tepatnya di tambatan dasun. Dalam memfungsikan Sungai Lasem juga relatif sama dengan nelayan desa dasun. Ketiga, dalam kesehariannya, nelayan layur menggunakan Sungai Lasem menjadi dua fungsi yaitu Sungai Lasem menjadi lintasan dari muara menuju bantaran sungai dan menjadi tempat bersandar kapal menuju bantaran sungai desa tasiksono. Senada dengan nelayan dasun, nelayan tasiksono juga menggunakan Sungai Lasem menjadi pusat aktivitas persiapan dan pasca berlayar.  

Kapal-kapal nelayan desa dasun, tasiksono, dan layur cukup tenang ketika bersandar di bantaran Sungai Lasem. Dengan bersandar di bantaran Sungai Lasem, para nelayan tidak lagi khawatir perahu tangkapnya dikoyak ombak. Berbeda dengan pemilik perahu tangkap nelayan sekitarnya, mereka was-was ketika memasuki musim angin. Deretan perahu dan kapal yang seringkali nelayannya was-was tidak bisa tidur karena khawatir terkena guncangan musim angin diantaranya kapal dan perahu nelayan sarang, nelayan kragan, nelayan pandang, nelayan sluke, nelayan bonang, nelayan pasar banggi, dan nelayan tasik agung. Keberadaan Sungai Lasem telah menjadi ruang aman ramah bencana angin. 

Sungai Lasem juga berinteraksi langsung dengan sungutan tambak. Sungutan merupakan sungai kecil yang airnya disuplai dari Sungai Lasem.  Air dari Sungai Lasem inilah yang kemudian digunakan untuk budidaya bandengan dan membuat garam. Pada musim hujan, tambak-tambak tersebut digunakan untuk budidaya bandeng. Dan pada musim kemarau, fungsi tambak digunakan untuk produksi garam. Tambak bandeng dan garam tersebut yang kebutuhan airnya di suplai dari Sungai Lasem adalah tambak desa dasun, tambak desa tasiksono, dan tambak layur. Tanpa suplai air dari Sungai Lasem, tambak tiga desa tersebut tidak dapat digunakan untuk budidaya. 

Menurut Hermansah (2023) dalam bukunya yang berjudul Sungutan Tambak Dasun menyampaikan terdapat 14 sungutan tambak dasun yang mendapatkan suplai air dari Sungai Lasem. Dari suplai air dari Sungai Lasem, tiap tahunnya tambak desa dasun menghasilkan bandeng sejumlah 100 kwintal dan garam sejumlah 999 ton (Hermansah, 2023). Jumlah tersebut belum ditambah dengan sungutan yang mengaliri tambak desa Tasiksono dan Layur. 

Selain perahu nelayan dan sungutan tambak, elemen ketiga yang berinteraksi dengan Sungai Lasem adalah penikmat Sungai Lasem. Wisatawan sungai ini biasanya didampingi tour guide di Lasem. Beberapa kelompok sosial yang tampak aktif mendampingi  diantaranya LKCB Lasem, Bhre Lasem, DHS Dasun, Lasem Heritage, Fokmas Lasem, dan masih banyak lagi komunitas lainnya yang bergerak dalam wisata sungai. Tampak jenis wisata susur Sungai Lasem juga telah dimasukkan dalam paket wisata bahari desa Dasun (Purnomo, at.al., 2021; Roshadi at.al,,2021). 

Berdasarkan ulasan daya dukung tersebut, terdapat tiga elemen yang langsung berinteraksi dengan Sungai Lasem. Dengan demikian maka tiga elemen tersebut dapat digerakkan untuk berpartisipasi dalam program bersih Sungai Lasem. Secara teknis anggota masyarakat yang tergabung dalam kelompok nelayan, kelompok tambak, dan kelompok pegiat wisata susur sungai, dapat digerakkan dalam program bersih Sungai Lasem. 

Merujuk pada peta gerakan pelestarian sungai yang masih terbagi menjadi dua, yaitu gerakan yang menggunakan cara pandang antroposentris dan cara pandang ekosentris, namun keduanya juga masih terdapat kebocoran disana-sini, maka dalam kajian ini ditawarkan sebuah gerakan dengan mengawinkan dua cara pandang pelestarian yaitu antroposentrisme dan ekosentrisme, termasuk didalamnya memuat tentang cara pandang biosentrisme dan teosentrisme. Dalam tulisan ini, perpaduan dari cara pandang ini Penulis sebut dengan istilah perspektif sosial budaya. 

Rekayasa Sosial Budaya

Rekayasa bersih sungai dalam perspektif sosial budaya yaitu suatu gerakan memasukkan kegiatan bersih sungai dalam kegiatan tradisi dengan daya dukung pengguna Sungai Lasem. Dalam bentang lokasi, tulisan ini difokuskan pada masyarakat desa Dasun yang memiliki jejak digital partisipasi aktif dalam kegiatan bersih sungai. Begitu halnya dalam bentang tradisi, tulisan ini juga difokuskan pada kegiatan sedekah bumi dan sedekah laut masyarakat desa Dasun. Bentang lokasi dan bentang tradisi dipilih pada masyarakat desa Dasun karena berdasar jejak digital, tampak masyarakat desa Dasun sering menyelenggarakan kegiatan pelestarian Sungai Lasem dalam bentuk diskusi dan sarasehan dan kegiatan pelestarian sungai dalam bentuk gotong-royong membersihkan Sungai Lasem. Jejak digital masyarakat desa Dasun dalam hal diskusi dan sarasehan pelestarian Sungai Lasem dapat dilihat dalam Setyonugroho (2023) tercatat terdapat 8 kegiatan bertema diskusi dan sarasehan, serta terdapat 15 kegiatan bertema aksi bersih Sungai Lasem.

Berdasar hal tersebut, rekayasa kearifan lokal desa Dasun untuk pemajuan Sungai Lasem dapat dilakukan dengan cara memasukkan tradisi bersih sungai saat sedekah bumi, sedekah laut, dan sungutan kali. Tindaklanjut dari rekayasa kearifan lokal desa Dasun untuk pemajuan Sungai Lasem, dapat dikembangkan dalam kegiatan yang sudah ada, diantaranya wisata susur sungai, festival sampan, dan lobas bebasis sungai.

Rujukan Tulisan

BUKU 


Hermansah, Angga. (2022). Pemajuan Kebudayaan Desa Dasun. Lintas Nalar. Yogyakarta.

Setyonugroho, E. A. (2021). DASUN: Jejak Langkah dan Visi Kemajuannya. Lintas Nalar. Yogyakarta.

Jurnal Penelitian

 

Abdoellah, O. S., Sunardi, S., Widianingsih, I., & Cahyandito, M. F. (2019). Pemetaan Sosial Dalam Perencanaan Program Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan Citarum Hulu. Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 59-71.

Adhitya, C., & Erlangga, G. (2023). Rona Sejarah dan Budaya Masyarakat Pesisir: Jejak Maritim di Lasem. Anterior Jurnal, 22(2), 76-81.

Arbani, I. R. (2017). Strategi Revitalisasi Kawasan Sungai Kalimas di Surabaya Utara. Dalam IR Arbani, Strategi Revitalisasi Kawasan Sungai Kalimas di Surabaya Utara (hal. 1-5). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Atta, M. (2017). Kajian Penataan Kawasan Pasar Tradisional Di Tepian Sungai Mempawah. Jurnal TEKNIK-SIPIL, 17(1).

Ditargetkan Rampung Tahun 2024, Menteri Basuki Dampingi Presiden Jokowi Tinjau Normalisasi Sungai Ciliwung untuk Pengendalian Banjir Jakarta. https://pu.go.id/berita/ditargetkan-rampung-tahun-2024-menteri-basuki-dampingi-presiden-jokowi-tinjau-normalisasi-sungai-ciliwung-untuk-pengendalian-banjir-jakarta

Dukung Kegiatan Pariwisata DPSP Borobudur, Kementerian PUPR Targetkan Pengendali Banjir Bandara YIA Rampung Akhir 2023. https://pu.go.id/berita/dukung-kegiatan-pariwisata-dpsp-borobudur-kementerian-pupr-targetkan-pengendali-banjir-bandara-yia-rampung-akhir-2023

Fendy, M., Selirowangi, N. B., & Sutardi, S. (2020). Legenda Sendang Made Desa Made Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang. PENTAS: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 6(1), 111-119.

Hafidz, M. (2017). Popokan, Tradisi Perang Lumpur Tradisi Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, 12(2), 188-197.

Hakim, A. L. (2021). Kearifan Lokal Dan Pelestarian Ekologi: Dimensi Filosofis-Religius Tradisi Merti Code Yogyakarta. Jurnal Borneo Humaniora, 4(1), 01-10.

Hayuni, N., & Syahbana, J. A. (2014). Upaya Revitalisasi Permukiman Tradisional Tepi Sungai (Studi Kasus: Permukiman Kampung Tenun Samarinda) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS DIPONEGORO).

Hayuni, N., & Syahbana, J. A. (2014). Upaya Revitalisasi Permukiman Tradisional Tepi Sungai (Studi Kasus: Permukiman Kampung Tenun Samarinda) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS DIPONEGORO).

Hidajat, R. (2006). Relasional Simbolis Desa, Sungai dan Pundhen dengan pertunjukan wayang topeng malang di dusun kedungmonggo, karangpandan. Kejawen, Jurnal Kebudayaan Jawa, 14-37.

Hidajat, R. (2015). Sungai sebagai Transmisi Ritual Urban Kesuburan melalui Pertunjukan Wayang Topeng. Journal of Urban Society's Arts, 2(1), 1-8.

Iskandar, W., Syarif, M. I., & Wadiyo, W. (2020). Wayang Klitik: Form and Function in the Bersih Sendang Ceremony in Wonosoco Village. Catharsis, 9(3), 188-199.

Kementerian PUPR . (2021). Kementerian PUPR Normalisasi Sungai untuk Kurangi Risiko Banjir Wilayah Utara Provinsi Jawa Tengah. Dalam https://pu.go.id/berita/kementerian-pupr-normalisasi-sungai-untuk-kurangi-risiko-banjir-wilayah-utara-provinsi-jawa-tengah

Kementerian PUPR Selesaikan Pekerjaan Pengendalian Banjir Tukad Unda di Bali. https://pu.go.id/berita/kementerian-pupr-selesaikan-pekerjaan-pengendalian-banjir-tukad-unda-di-bali

Munshori, Z. (2003). Kualitas air ditinjau dari faktor fisika kimia dan hewan makrobentos di Sungai Lasem Kabupaten Rembang (Doctoral dissertation, FMIPA Undip). http://eprints.undip.ac.id/29727/ 

Nadhifah, A. (2019, September). Nilai-Nilai Sosial Dan Nilai-Nilai Religi Pada Upacara Adat Kungkum Sinden Di Desa Made Kudu Jombang. In Prosiding Conference on Research and Community Services (Vol. 1, No. 1, pp. 613-621).

Ningsih, S. R. (2021). Nilai Tradisi Bersih-Bersih di Lingkungan Sosial. Jurnal Pendidikan Tambusai. Halaman 2194-2206. Volume 5 Nomor 1 Tahun 2021

Optimalkan Penghijauan Kawasan Infrastruktur, Kementerian PUPR Tanam 235.780 Pohon Selama April 2022-Mei 2023. https://pu.go.id/berita/optimalkan-penghijauan-kawasan-infrastruktur-kementerian-pupr-tanam-235780-pohon-selama-april-2022-mei-2023.

Peringati Hari Sungai Sedunia 2023, Kementerian PUPR Ajak Masyarakat Lebih Peduli Jaga Kebersihan Sungai. https://pu.go.id/berita/peringati-hari-sungai-sedunia-2023-kementerian-pupr-ajak-masyarakat-lebih-peduli-jaga-kebersihan-sungai

Prakoso, I. B. N. (2023). Tradisi Nyadran Kali Sebagai Identitas Kultural Masyarakat Kandri (Doctoral dissertation, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang).

Purwaningsih, E. (2007). Air, Makna, Fungsi Dan Tradisi. PENGANTAR REDAKSI, 125.

Rahmitiasari, R., Sudikno, A., & Sari, K. E. (2014). Perubahan Arah Hadap Bangunan pada Permukiman Tradisional di Tepi Sungai Kuin Utara, Banjarmasin. Plan. Urban Reg. Environ, 3(1), 1-10.

Rosdah, A., & Yoserizal, Y. (2017). Kearifan Lokal Masyarakat Desa Sialang Jaya Dalam Tradisi Lubuk larangan Di Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu (Doctoral dissertation, Riau University).

Saputra, R. N., Prasetia, S. A., Bullah, A. A. M., & Suryana, A. A. H. (2018). Modal Sosial Dalam Tradisi Marak Di Kampung Naga Kaitannya Dengan Pengelolaan Ekosistem Sungai Ciwulan. Prosiding Seminar Nasional  Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu Menuju Kelestarian Fungsi Lingkungan Dan Kesejahteraan Masyarakat. ISBN: 978–602–52393–0–4

Setyowati, D. L., Hardati, P., & Arsal, T. (2018). Konservasi Sungai Berbasis Masyarakadi Desa Lerep DAS Garang Hulu. Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018.

Setyowati, D. L., Hardati, P., & Arsal, T. (2018). Konservasi Sungai Berbasis Masyarakadi Desa Lerep DAS Garang Hulu. Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018.

Suharji, S. (2014). Ngesti Utomo Rodhat Dance as a Means of Bersih Sendang Dadapan Ritual in Boyolali Regency. Harmonia: Journal of Arts Research and Education, 14(2), 140-146.

Sumarmi, S., Masruroh, H., Anggara, A., & Amin, S. (2022). Sapu Bumi Segoro (SABURO) gerakan peduli sampah menuju laut bersih berkelanjutan di Dusun Sendang Biru Kabupaten Malang. Dinamika Sosial: Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(3), 209-222.

Sunyoto, S. (2018). Tradisi Bersih Kali (Studi Nilai Budaya dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran IPS SD). Jurnal Studi Sosial, 3(2), 81.

Yuono, Y. R. (2019). Melawan Etika Lingkungan Antroposentris Melalui Interpretasi Teologi Penciptaan Sebagai Landasan Bagi Pengelolaan-Pelestarian Lingkungan. Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, 2(1), 186-206. DOI: 10.34081/fidei.v2i1.40.

Sulaeman, O., Sumadinata, R. S., & Yulianti, D. (2021). Polemik Antara Antroposentrisme dan Ekosentrisme Dalam Perspektif Filsafat Mulla Sadra. Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 19(2), 161-179.

Ilahude, D., & Usman, E. (2016). Ketidakstabilan Pantai sebagai Kendala Pengembangan Daerah Peruntukan di Perairan Lasem Jawa Tengah. Jurnal Geologi Kelautan, 5(1).

Pasaribu, F. H., Rochaddi, B., & Sugianto, D. N. (2014). Studi Pola Arus dan Sebaran Muatan Padatan Tersuspensi di Muara Sungai Lasem, Kabupaten Rembang. Journal of Oceanography, 3(4), 476-485.

Setiady, D., & Usman, E. (2016). Majunya Garis Pantai yang Diakibatkan oleh Proses Sedimentasi di Sepanjang Pantai Perairan Kabupaten Rembang. Jurnal Geologi Kelautan, 6(3).

Handoyo, G., Subardjo, P., Kusumadewi, V., Rochaddi, B., & Widada, S. (2020). Pengaruh pasang surut terhadap sebaran material padatan tersuspensi di Pantai Dasun Kabupaten Rembang. Indonesian Journal of Oceanography, 2(1), 16-23. https://doi.org/10.14710/ijoce.v2i1.6915

 

Media Online

 

Arif, Ahmad. (2020). Logam Berat di Muara Sungai di Lasem Diduga Terkait Limbah Batik. https://www.kompas.id/baca/ilmu-pengetahuan-teknologi/2020/11/16/logam-berat-di-muara-sungai-di-lasem-diduga-terkait-limbah-batik

Jazilatul Khofshoh. (2022). Nelayan Rembang Keluhkan Sedimentasi Sungai Babagan Lasem. https://beritajateng.id/berita/nelayan-rembang-keluhkan-sedimentasi-sungai-babagan-lasem/

Minan. (2019). Miris, Sungai Babagan Lasem Tercemar Limbah. https://suaraindonesia-news.com/miris-sungai-babagan-lasem-tercemar-limbah/

Ririn. Sungai Babagan Lasem Rembang Panen Sampah. Dalam Fauzihttps://kuasakata.com/read/berita/18941-sungai-babagan-lasem-rembang-panen-sampah. Tayang Jumat, 11 September 2020. 

Setyonugroho, Exsan Ali. (2020). Lestarikan Sungai Lasem. https://dasun-rembang.desa.id/artikel/2020/7/23/lestarikan-sungai-lasem

Setyonugroho, Exsan Ali. (2023). Warga Dasun Bersihkan Sampah Kiriman Dari Sungai Lasem-Rembang. https://dasun-rembang.desa.id/artikel/2023/3/5/warga-dasun-bersihkan-sampah-kiriman-dari-sungai-lasem-rembang

Setyonugroho, Exsan Ali. 2020. Bersih Sungai Lasem Bersama Pemuda Desa Dasun. https://dasun-rembang.desa.id/artikel/2020/9/5/bersih-sungai-lasem-bersama-pemuda-desa-dasun

Simatupang, E. J. V., & Amijaya, S. Y. (2017). Revitalisasi Bantaran Sungai Lasem Melalui Perancangan Lasem Riverwalk Commercial Complex. In smart: Seminar on Architecture Research and Technology (Vol. 2, pp. 113-122).

Bersih Sungai Lasem, Karena Tercemar? Dalam https://www.youtube.com/watch?v=5_Stuv-6374. Cameramen Dani Al Fatah. 

Dokumentasi Sungai Lasem dan pengambilan sebagian sampah bersama Pemuda Dasun. 31 Agustus 2020. Dalam https://www.facebook.com/desadasunkecamatanlasem. 

RembangTV. Lestarikan Sungai Lasem. Dalam https://youtu.be/gZwVaqhgXVg. Tayang 25 Apr 2019. 

Setyonugroho. 2020. Lestarikan Sungai Lasem. Dalam https://dasun-rembang.desa.id/artikel/2020/7/23/lestarikan-sungai-lasem. 

Zaim, Shofwan. (2021). Sungai Dasun Jadi Muara Sampah. https://joglojateng.com/2021/02/01/sungai-dasun-jadi-muara-sampah/

Purnomo, S. H., Putro, S., & Sriyono, S. (2021). Studi Eksplorasi Potensi Pantai Dasun sebagai Destinasi Wisata di Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Edu Geography, 9(2), 144-151.

Rosyadi, M. I., Hardati, P., & Haryanto, H. (2021). Persebaran Hutan Mangrove dan Tingkat Pengetahuan Serta Perilaku Konservasi di Desa Dasun Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Edu Geography, 9(1), 30-35.

Peta 

Hermansah, Angga. (2023). Peta Sebaran Sungutan dan Tambak Desa Dasun. Pemerintah Desa Dasun. 



Komentar

Postingan Populer