DEBAT - Fenomena pengemis kerap dijumpai di berbagai wilayah perkotaan dan menjadi gambaran nyata dari tantangan sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat. Dalam sebuah debat publik yang melibatkan kelompok penyaji (Rifqi, Levi, Wahyu, Reisya, Brian, Rizqi, Rehan, dan Ati) serta kelompok penyanggah (Arfan Ragil Prasetyo, Angga Satrya Pamungkas, Arisqi Suna Evananda, dan lainnya), isu pengemis dikaji secara mendalam dari berbagai sudut pandang sosial, budaya, dan struktural.
Gambar. Kelompok penyaji sedang mempresentasikan tema pengemis dalam perspektif sosiologi
Pengemis: Pilihan Hidup atau Akibat Ketimpangan Sosial?
Kelompok penyaji menempatkan pengemis sebagai strategi bertahan hidup yang digunakan oleh masyarakat yang terkungkung dalam kemiskinan dan keterbatasan akses pendidikan serta lapangan pekerjaan. Dalam situasi sulit tersebut, mengemis dianggap sebagai salah satu cara untuk bertahan hidup yang relatif lebih aman daripada melakukan tindakan kriminal. Perspektif ini menegaskan bahwa pengemis adalah korban sistem sosial yang tidak memadai dan bukan sekadar pilihan malas.
Sementara itu, kelompok penyanggah memberikan sudut pandang kritis dengan menilai bahwa sebagian pengemis sebenarnya malas dan tidak berusaha keras. Mereka menyoroti praktik-praktik tidak bermoral, termasuk membawa anak-anak untuk mengemis demi menarik belas kasihan, sebuah aktivitas yang tidak hanya merugikan anak-anak tetapi juga merusak citra kota dan mengganggu pariwisata. Mereka mengajak masyarakat supaya berdisiplin dan tidak mengandalkan pengemis sebagai sumber penghasilan.
Genealogi Sosial Pengemis: Aspek Kultural dan Struktural
Kedua kelompok sepakat bahwa penyebab pengemis tidak bisa dipahami secara parsial tetapi harus dilihat dari interaksi dua aspek utama:
-
Aspek Kultural
Budaya dan norma yang mengakar dalam masyarakat dapat memperkuat atau melemahkan siklus kemiskinan. Ketidaktahuan akan pentingnya pendidikan, pola hidup tergantung bantuan instan, dan pemahaman yang rendah terhadap nilai kerja keras dapat memperkuat kecenderungan menjadi pengemis. Namun, budaya yang membangun kesadaran akan pendidikan dan kemandirian berpotensi mendorong perubahan sosial yang positif.
-
Aspek Struktural
Kebijakan sosial, sistem birokrasi, dan tingkat korupsi di masyarakat turut membentuk peluang dan hambatan bagi masyarakat miskin. Ketimpangan ekonomi dan struktur sosial yang tidak adil membuat akses ke pendidikan maupun pekerjaan yang layak menjadi sulit, sehingga mendorong sebagian individu memilih mengemis sebagai pelarian. Perbaikan sistem dan transparansi adalah kunci untuk membuka jalan keluar dari persoalan ini.
Gambar. Suasana presentasi debat isu sosial pengemis di ruang smart classroom, 01 September 2025
Pendidikan dan Kesadaran Kolektif sebagai Kunci Perubahan
Kelompok penyaji menekankan pendidikan sebagai fondasi utama agar generasi muda terhindar dari siklus kemiskinan dan pengemis. Anak-anak dari keluarga kurang mampu harus mendapatkan akses pendidikan yang merata dan bermutu. Kesadaran sosial perlu dibangun agar masyarakat secara kolektif mendukung usaha mengentaskan kemiskinan secara berkelanjutan.
Kelompok penyanggah menambahkan bahwa sebagian masyarakat perlu mengubah sikap, terutama terkait tanggung jawab keluarga dan pembatasan jumlah anak agar beban ekonomi tidak semakin berat. Pendekatan humanis dan edukatif harus diterapkan agar solusi yang diambil tidak menimbulkan stigma atau diskriminasi.
Kesimpulan: Sinergi Pendekatan untuk Pengentasan Kemiskinan
Fenomena pengemis merupakan hasil interaksi rumit antara aspek budaya dan struktur sosial yang harus diberikan perhatian serius dan penanganan menyeluruh. Pendekatan holistik yang memperbaiki kedua aspek tersebut, didukung oleh kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan kelompok-kelompok seperti penyaji dan penyanggah, menjadi jalan terbaik untuk mengatasi akar permasalahan.
Dengan demikian, pengemis tidak lagi menjadi pemandangan biasa di ruang publik, melainkan simbol masa lalu yang berhasil ditinggalkan melalui komitmen bersama untuk membangun masyarakat yang lebih adil, berpendidikan, dan sejahtera.
Sumber: Dokumen foto dan presentasi milik kelas XII F 9
Posting Komentar
0Komentar