– Siswa-siswi dari MTs Tarbiyatul Banin melakukan penelitian tentang efektivitas pupuk hayati di Desa Pekalongan, Kecamatan Winong, Kabupaten Padi1. Penelitian ini berfokus pada pembuatan pupuk kompos dengan tiga varian: Kompos Plus Kalium, Kompos Plus Fosfat, dan Kompos Plus Nitrogen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu meningkatkan hasil panen petani di sekitar wilayah tersebut.
Para siswa yang terlibat dalam wawancara ini adalah Baehaqi, Gadis, dan Anam. Mereka berasal dari MTs Tarbiyatul Banin.
Ketua kelompok tani Wangan Golek, Agus Halim, menyambut baik inisiatif para siswa. Ia menyatakan bahwa penelitian ini sangat bermanfaat bagi masyarakat Pekalongan dan sektor pertanian di Kabupaten Pati. Agus Halim juga menyoroti pentingnya keterlibatan generasi muda dalam mengembangkan pertanian.
Respon petani terhadap penggunaan pupuk hayati, termasuk Kompos Plus dan POC (Pupuk Organik Cair), telah dicoba oleh beberapa petani di wilayah tersebut. Namun, ada tantangan dalam masa transisi dari pupuk kimia ke pupuk hayati, yang memerlukan waktu adaptasi tanah sekitar 3 hingga 5 tahun. Selain itu, masalah pengairan dan sistem distribusi gabah oleh Bulog juga menjadi perhatian utama.
Agus Halim berharap agar generasi muda terus mempelajari dan mengembangkan pertanian untuk menjaga ketahanan pangan. Ia juga menekankan perlunya perbaikan dalam sistem pengairan dan pembayaran gabah oleh Bulog agar petani tidak bergantung pada tengkulak. Ia berharap pihak terkait dapat memberikan solusi terkait masalah pengairan dan pembayaran gabah, serta Bulog dapat memperbaiki cara pengambilan gabah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pertanian yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani di wilayah tersebut [Audio 9:54-10:09].
: Siswa MTs Tarbiyatul Banin Gali Manfaat Pupuk Hayati dari Petani Pekalongan
– Di tengah upaya mendorong pertanian berkelanjutan, siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) Tarbiyatul Banin menunjukkan kepedulian dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan. Mereka menggali informasi tentang pemanfaatan pupuk hayati dari petani lokal, khususnya di Desa Pekalongan, Kecamatan Winong, Kabupaten Padi.
Penelitian ini diinisiasi oleh tiga siswa MTs Tarbiyatul Banin: Hot Anam, Gadis, dan Bayaki [Audio 0:05-0:11]. Mereka adalah bagian dari program Boarding Sains di sekolah tersebut, yang mendorong siswa untuk aktif melakukan riset dan inovasi di bidang sains dan teknologi12.
Fokus utama penelitian ini adalah menggali pengalaman petani dalam menggunakan pupuk cair hayati dan kompos pada tanaman padi [Audio 0:17-0:22]. Para siswa ingin mengetahui manfaat, cara aplikasi, dan hasil yang diperoleh petani dengan memanfaatkan pupuk organik sebagai alternatif pupuk kimia. Selain itu, siswa Boarding Sains MTs Tarbiyatul Banin juga meneliti pupuk cair hayati4.
MTs Tarbiyatul Banin adalah sekolah yang berdiri sejak tahun 1965 dan berlokasi di Winong, Pati7. Sekolah ini memiliki komitmen untuk mengembangkan pendidikan berkualitas dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat1.
Dalam penelitian ini, siswa mewawancarai Ahmad Daim, seorang petani yang telah menggunakan pupuk hayati dan kompos selama empat tahun [Audio 0:17-0:22, 0:35-0:38, 2:17-2:20, 5]. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman Ahmad Daim dalam menggunakan pupuk organik, termasuk jenis pupuk yang digunakan, cara aplikasi, dan hasil yang diperoleh [Audio 2:11-2:17, 3:07-3:10, 4:24-4:30].
Penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi pupuk hayati sebagai solusi pertanian yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan6. Para siswa ingin memahami bagaimana pupuk organik dapat membantu petani mengurangi biaya produksi, meningkatkan hasil panen, dan menjaga kesehatan tanah.
Ahmad Daim menjelaskan bahwa ia membuat pupuk sendiri dari kotoran kambing, tepung, dan ramuan lainnya [Audio 1:03-1:16]. Untuk pestisida nabati, ia menggunakan lengkuas, kunyit, lidah buaya, dan bawang putih untuk menambah aroma yang dapat menjauhkan hama [Audio 3:19-4:21].
Ahmad Daim mengaplikasikan pupuk kompos setiap musim tanam, sekitar 15 hari sebelum masa tanam dimulai [Audio 4:30-4:44]. Penggunaan pupuk organik masih sekitar 50% karena kondisi tanah yang belum sepenuhnya terbiasa [Audio 1:32-1:46]. Pestisida nabati disemprotkan pada tanaman untuk mencegah serangan hama [Audio 3:17-3:19, 5:16-5:34].
Setelah menggunakan pupuk hayati selama empat tahun, Ahmad Daim merasakan beberapa manfaat. Biaya bertani menjadi lebih ringan, penyakit tanaman berkurang, dan hama seperti walang sangit menjauh [Audio 2:23-2:38, 4:13-4:21]. "Hasilnya lebih bagus dan biaya lebih ringan," ungkap Ahmad Daim [Audio 2:23-2:28].
Penelitian yang dilakukan siswa MTs Tarbiyatul Banin ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pertanian berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani di
– Semangat mengembangkan pertanian berkelanjutan terus berkobar di kalangan generasi muda. Siswa-siswi MTs Tarbiyatul Banin melakukan penelitian mendalam mengenai penggunaan pupuk hayati, langsung dari pengalaman petani di Desa Pekalongan, Kecamatan Winong, Kabupaten Padi.
Penelitian ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari tiga siswa MTs Tarbiyatul Banin: Gadis, Anam, dan Bayaki [Audio 0:05-0:13]. Mereka terjun langsung ke lapangan untuk mewawancarai petani dan mengumpulkan data terkait penggunaan pupuk hayati dalam pertanian padi [Audio 0:15-0:24].
: Pupuk Cair Hayati dan Kompos Plus
Para siswa memfokuskan penelitian pada pemanfaatan pupuk cair hayati (POC) dan kompos plus pada tanaman padi [Audio 0:22-0:24]. Mereka ingin mengetahui bagaimana petani membuat dan mengaplikasikan pupuk organik tersebut, serta manfaat yang dirasakan dalam meningkatkan hasil panen dan mengurangi biaya produksi.
: Petani dengan Pengalaman 8 Tahun
Dalam penelitian ini, tim siswa mewawancarai Imron, seorang petani yang telah menggunakan POC dan kompos plus selama kurang lebih delapan tahun [Audio 0:18-0:24, 1:40-1:44]. Imron berbagi pengalaman tentang proses pembuatan pupuk, cara aplikasi, dan perbandingan hasil sebelum dan sesudah menggunakan pupuk hayati [Audio 0:32-0:42, 3:13-3:17, 4:03-4:10].
Imron menjelaskan bahwa ia membuat POC dari kompos dapur yang dikumpulkan setiap hari [Audio 0:45-0:54]. Bahan-bahan seperti sampah basah, tatas tebu, air kelapa, dan air leri dicampur dan direndam dalam drum selama minimal 15 hari [Audio 1:05-1:16, 1:19-1:32]. Semakin lama proses fermentasi, semakin baik kualitas pupuk yang dihasilkan.
Selain POC, Imron juga membuat pestisida nabati dari lengkuas, kunyit, temulawak, dan lidah buaya [Audio 2:32-2:54]. Campuran ini difermentasi selama 20 hari sebelum digunakan untuk menyemprot tanaman padi [Audio 2:55-3:05].
POC diaplikasikan dengan cara menyemprotkan larutan pupuk ke lahan sebelum tanam [Audio 3:22-3:35]. Setelah tanaman berumur sekitar 10 hari, penyemprotan dilakukan kembali setiap 10 hari sekali hingga tanaman hampir berbunga [Audio 3:35-3:59].
Setelah menggunakan pupuk hayati selama bertahun-tahun, Imron merasakan banyak manfaat. Biaya produksi menjadi lebih ringan karena tidak perlu membeli pupuk kimia dalam jumlah besar [Audio 4:14-4:37]. Selain itu, tanaman menjadi lebih sehat dan hasil panen lebih berkualitas [Audio 4:37-4:46, 4:50-5:00]. Pestisida nabati juga efektif dalam mengendalikan hama [Audio 5:04-5:24].
Imron mengajak petani lain untuk mencoba membuat dan menggunakan pupuk hayati [Audio 5:56-6:16]. Ia bersedia membantu petani lain untuk membuat pupuk organik, namun ia menyayangkan masih banyak petani yang lebih memilih cara instan daripada membuat pupuk sendiri [Audio 6:16-6:44].
Penelitian yang dilakukan siswa MTs Tarbiyatul Banin ini memberikan wawasan berharga tentang potensi pupuk hayati dalam mendukung pertanian berkelanjutan. Pengalaman Imron menjadi bukti nyata bahwa pupuk organik dapat menjadi solusi efektif untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak negatif pertanian terhadap lingkungan.
Pupuk hayati cair juga mampu memberikan hasil yang sama dengan pupuk kimia, bahkan lebih baik dari kontrol1. Pupuk hayati mampu meningkatkan tinggi tanaman padi, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir, dan hasil ubinan1. Kombinasi pupuk organik, hayati, dan anorganik juga menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
: Siswa MTs Tarbiyatul Banin Gali Manfaat Pupuk Hayati dari Petani Pekalongan
– Di tengah upaya mendorong pertanian berkelanjutan, siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) Tarbiyatul Banin menunjukkan kepedulian dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan. Mereka menggali informasi tentang pemanfaatan pupuk hayati dari petani lokal, khususnya di Desa Pekalongan, Kecamatan Winong, Kabupaten Padi.
Penelitian ini diinisiasi oleh tiga siswa MTs Tarbiyatul Banin: Hot Anam, Gadis, dan Bayaki [Audio 0:05-0:11]. Mereka adalah bagian dari program Boarding Sains di sekolah tersebut, yang mendorong siswa untuk aktif melakukan riset dan inovasi di bidang sains dan teknologi12.
Fokus utama penelitian ini adalah menggali pengalaman petani dalam menggunakan pupuk cair hayati dan kompos pada tanaman padi [Audio 0:17-0:22]. Para siswa ingin mengetahui manfaat, cara aplikasi, dan hasil yang diperoleh petani dengan memanfaatkan pupuk organik sebagai alternatif pupuk kimia. Selain itu, siswa Boarding Sains MTs Tarbiyatul Banin juga meneliti pupuk cair hayati4.
MTs Tarbiyatul Banin adalah sekolah yang berdiri sejak tahun 1965 dan berlokasi di Winong, Pati7. Sekolah ini memiliki komitmen untuk mengembangkan pendidikan berkualitas dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat1.
Dalam penelitian ini, siswa mewawancarai Ahmad Daim, seorang petani yang telah menggunakan pupuk hayati dan kompos selama empat tahun [Audio 0:17-0:22, 0:35-0:38, 2:17-2:20, 5]. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman Ahmad Daim dalam menggunakan pupuk organik, termasuk jenis pupuk yang digunakan, cara aplikasi, dan hasil yang diperoleh [Audio 2:11-2:17, 3:07-3:10, 4:24-4:30].
Penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi pupuk hayati sebagai solusi pertanian yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan6. Para siswa ingin memahami bagaimana pupuk organik dapat membantu petani mengurangi biaya produksi, meningkatkan hasil panen, dan menjaga kesehatan tanah.
Ahmad Daim menjelaskan bahwa ia membuat pupuk sendiri dari kotoran kambing, tepung, dan ramuan lainnya [Audio 1:03-1:16]. Untuk pestisida nabati, ia menggunakan lengkuas, kunyit, lidah buaya, dan bawang putih untuk menambah aroma yang dapat menjauhkan hama [Audio 3:19-4:21].
Ahmad Daim mengaplikasikan pupuk kompos setiap musim tanam, sekitar 15 hari sebelum masa tanam dimulai [Audio 4:30-4:44]. Penggunaan pupuk organik masih sekitar 50% karena kondisi tanah yang belum sepenuhnya terbiasa [Audio 1:32-1:46]. Pestisida nabati disemprotkan pada tanaman untuk mencegah serangan hama [Audio 3:17-3:19, 5:16-5:34].
Setelah menggunakan pupuk hayati selama empat tahun, Ahmad Daim merasakan beberapa manfaat. Biaya bertani menjadi lebih ringan, penyakit tanaman berkurang, dan hama seperti walang sangit menjauh [Audio 2:23-2:38, 4:13-4:21]. "Hasilnya lebih bagus dan biaya lebih ringan," ungkap Ahmad Daim [Audio 2:23-2:28].
Penelitian yang dilakukan siswa MTs Tarbiyatul Banin ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pertanian berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani di
– Semangat mengembangkan pertanian berkelanjutan terus berkobar di kalangan generasi muda. Siswa-siswi MTs Tarbiyatul Banin melakukan penelitian mendalam mengenai penggunaan pupuk hayati, langsung dari pengalaman petani di Desa Pekalongan, Kecamatan Winong, Kabupaten Padi.
Penelitian ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari tiga siswa MTs Tarbiyatul Banin: Gadis, Anam, dan Bayaki [Audio 0:05-0:13]. Mereka terjun langsung ke lapangan untuk mewawancarai petani dan mengumpulkan data terkait penggunaan pupuk hayati dalam pertanian padi [Audio 0:15-0:24].
: Pupuk Cair Hayati dan Kompos Plus
Para siswa memfokuskan penelitian pada pemanfaatan pupuk cair hayati (POC) dan kompos plus pada tanaman padi [Audio 0:22-0:24]. Mereka ingin mengetahui bagaimana petani membuat dan mengaplikasikan pupuk organik tersebut, serta manfaat yang dirasakan dalam meningkatkan hasil panen dan mengurangi biaya produksi.
: Petani dengan Pengalaman 8 Tahun
Dalam penelitian ini, tim siswa mewawancarai Imron, seorang petani yang telah menggunakan POC dan kompos plus selama kurang lebih delapan tahun [Audio 0:18-0:24, 1:40-1:44]. Imron berbagi pengalaman tentang proses pembuatan pupuk, cara aplikasi, dan perbandingan hasil sebelum dan sesudah menggunakan pupuk hayati [Audio 0:32-0:42, 3:13-3:17, 4:03-4:10].
Imron menjelaskan bahwa ia membuat POC dari kompos dapur yang dikumpulkan setiap hari [Audio 0:45-0:54]. Bahan-bahan seperti sampah basah, tatas tebu, air kelapa, dan air leri dicampur dan direndam dalam drum selama minimal 15 hari [Audio 1:05-1:16, 1:19-1:32]. Semakin lama proses fermentasi, semakin baik kualitas pupuk yang dihasilkan.
Selain POC, Imron juga membuat pestisida nabati dari lengkuas, kunyit, temulawak, dan lidah buaya [Audio 2:32-2:54]. Campuran ini difermentasi selama 20 hari sebelum digunakan untuk menyemprot tanaman padi [Audio 2:55-3:05].
POC diaplikasikan dengan cara menyemprotkan larutan pupuk ke lahan sebelum tanam [Audio 3:22-3:35]. Setelah tanaman berumur sekitar 10 hari, penyemprotan dilakukan kembali setiap 10 hari sekali hingga tanaman hampir berbunga [Audio 3:35-3:59].
Setelah menggunakan pupuk hayati selama bertahun-tahun, Imron merasakan banyak manfaat. Biaya produksi menjadi lebih ringan karena tidak perlu membeli pupuk kimia dalam jumlah besar [Audio 4:14-4:37]. Selain itu, tanaman menjadi lebih sehat dan hasil panen lebih berkualitas [Audio 4:37-4:46, 4:50-5:00]. Pestisida nabati juga efektif dalam mengendalikan hama [Audio 5:04-5:24].
Imron mengajak petani lain untuk mencoba membuat dan menggunakan pupuk hayati [Audio 5:56-6:16]. Ia bersedia membantu petani lain untuk membuat pupuk organik, namun ia menyayangkan masih banyak petani yang lebih memilih cara instan daripada membuat pupuk sendiri [Audio 6:16-6:44].
Penelitian yang dilakukan siswa MTs Tarbiyatul Banin ini memberikan wawasan berharga tentang potensi pupuk hayati dalam mendukung pertanian berkelanjutan. Pengalaman Imron menjadi bukti nyata bahwa pupuk organik dapat menjadi solusi efektif untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak negatif pertanian terhadap lingkungan.
Pupuk hayati cair juga mampu memberikan hasil yang sama dengan pupuk kimia, bahkan lebih baik dari kontrol1. Pupuk hayati mampu meningkatkan tinggi tanaman padi, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir, dan hasil ubinan1. Kombinasi pupuk organik, hayati, dan anorganik juga menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
Posting Komentar
0Komentar