Petani Pekalongan Winong Sambut Positif Inovasi Pupuk Hayati dari Siswa MTS Tarbihatul Banin
Pekalongan, 26 Februari 2025 – Kelompok Tani Wangan Golek di Desa Pekalongan, Kecamatan Winong, Kabupaten Padi, menyambut dengan antusias kehadiran siswa-siswi dari MTS Tarbiyatul Banin yang melakukan penelitian tentang efektivitas pupuk hayati. Ketua kelompok tani, Agus Halim, menyatakan apresiasinya terhadap inisiatif para pelajar yang terjun langsung ke lapangan untuk memahami serta mengembangkan inovasi di sektor pertanian.
“Kami sangat mengapresiasi kegiatan ini. Adik-adik dari MTS Darbihatul Banin telah melakukan penelitian yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat Pekalongan, tetapi juga bisa berdampak luas bagi sektor pertanian di Kabupaten Wadi,” ujar Agus Halim.
Mengenal Pupuk Hayati dan Tantangan Penggunaannya
Dalam wawancara yang dilakukan oleh Bayaki, Gadis, dan Anam, para siswa dari MTS Tarbiyatul Banin, Agus Halim menjelaskan bahwa penggunaan pupuk hayati, termasuk Kompas Plus dan POC, telah dicoba oleh beberapa petani di wilayah tersebut. Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait masa transisi dari penggunaan pupuk kimia ke pupuk hayati.
“Tanah yang sudah terbiasa dengan pupuk kimia membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 5 tahun untuk beradaptasi sepenuhnya dengan pupuk hayati. Tidak bisa serta-merta langsung beralih karena ada proses alami yang harus dilalui,” jelasnya.
Selain itu, salah satu kendala utama yang dihadapi petani adalah sistem pengairan yang belum memadai. Agus Halim menyoroti perlunya pembangunan embung atau bendungan kecil untuk memastikan suplai air yang cukup bagi lahan pertanian, terutama pada musim tanam kedua yang sering mengalami kekurangan air.
Permasalahan Harga dan Distribusi Gabah
Selain tantangan dalam penggunaan pupuk hayati, petani juga mengeluhkan sistem distribusi dan penyerapan gabah oleh Bulog. Menurut Agus Halim, harga gabah yang ditawarkan oleh tengkulak berkisar antara Rp6.200 hingga Rp6.300 per kilogram, sedangkan Bulog menawarkan harga Rp6.500 per kilogram. Namun, ada beberapa kendala dalam sistem pembayaran yang masih dilakukan melalui transfer bank, sementara banyak petani tidak memiliki rekening.
“Kami berharap ada solusi dari pihak terkait agar petani tidak selalu bergantung pada tengkulak yang menentukan harga semaunya. Sistem pembayaran oleh Bulog yang seharusnya cash juga perlu diperbaiki agar petani bisa langsung mendapatkan hasil panennya tanpa harus menunggu proses administrasi yang lama,” katanya.
Masa Depan Pertanian di Tangan Generasi Muda
Agus Halim menutup wawancara dengan pesan inspiratif kepada para siswa MTS Tarbiyatul Banin. Ia menekankan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam sektor pertanian untuk memastikan ketahanan pangan di masa depan.
“Kalau bukan generasi muda yang mempelajari dan mengembangkan pertanian, lalu siapa lagi? Petani tua seperti kami semakin berkurang, dan masa depan pangan bangsa ada di tangan kalian. Jangan biarkan pertanian ditinggalkan karena pangan adalah tonggak utama keberlangsungan sebuah negara,” pesannya.
Kegiatan penelitian dan wawancara yang dilakukan oleh siswa-siswi MTS Darbihatul Banin ini menjadi bukti nyata bahwa kepedulian terhadap sektor pertanian harus terus ditumbuhkan sejak dini. Dengan inovasi dan semangat yang mereka bawa, diharapkan pertanian Indonesia bisa semakin maju dan berkelanjutan.
Posting Komentar
0Komentar