Desa Glonggong: Di Antara Jalan Rusak dan Harapan yang Retak
Di pagi yang dingin, embun masih menempel di daun padi yang melambai pelan di sawah Desa Glonggong. Dari kejauhan, suara ayam berkokok bersahutan dengan deru motor tua milik Pak Joko, seorang petani yang setiap hari melintasi jalan berlubang untuk menuju sawahnya. Desa ini, yang terletak di tepian Sungai Pemali Juwana, menyimpan cerita tentang perjuangan dan harapan, meski tantangan terus menghimpit.
Kemiskinan yang Menjerat
Di sebuah rumah berdinding bambu, Siti duduk termenung sambil menimang anak bungsunya. Suaminya baru saja pulang dari ladang dengan wajah lesu. "Hasil panen makin sedikit, harga jual pun tak seberapa," katanya lirih. Siti adalah satu dari 230 kepala keluarga di Desa Glonggong yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pandemi COVID-19 memperparah keadaan; pekerjaan hilang, penghasilan merosot, dan daya beli semakin lemah.
Namun, bagi Siti dan keluarganya, kemiskinan bukan sekadar angka statistik. Itu adalah kenyataan sehari-hari—piring kosong di meja makan, anak-anak yang harus berbagi buku sekolah, dan mimpi-mimpi besar yang terkubur oleh kebutuhan hidup.
Kesehatan: Antara Stunting dan Drainase Buruk
Di sudut desa lainnya, seorang ibu muda tampak sibuk di posyandu. Ia membawa balitanya untuk ditimbang. "Anaknya kurang gizi," ujar bidan desa dengan nada prihatin. Masalah stunting menjadi momok di Desa Glonggong. Minimnya penyuluhan gizi dan fasilitas kesehatan membuat banyak ibu hamil dan balita tidak mendapatkan perawatan yang memadai.
Polindes kecil di desa ini menjadi satu-satunya tempat warga mencari pertolongan medis. Tanpa Puskesmas, warga sering kali harus pergi ke kecamatan terdekat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Sementara itu, drainase buruk di beberapa wilayah desa meningkatkan risiko penyakit seperti diare dan demam berdarah.
Pendidikan: Mimpi Anak Desa yang Tertahan
Di sebuah ruang kelas sederhana dengan dinding catnya mulai mengelupas, suara anak-anak membaca nyaring terdengar. Hanya ada satu sekolah untuk setiap jenjang pendidikan dasar di Desa Glonggong. Bagi anak-anak seperti Rani, seorang siswi kelas 6 SD, mimpi melanjutkan sekolah ke tingkat SMA terasa begitu jauh. "Kalau mau sekolah SMA harus ke kota," katanya malu-malu.
Sebagian besar penduduk desa hanya tamat SD. Dari lebih dari seribu penduduk dewasa, hanya 66 orang yang pernah mencicipi bangku kuliah. Pendidikan tinggi masih menjadi kemewahan bagi banyak keluarga di sini.
Infrastruktur: Jalan Rusak dan Irigasi Terbengkalai
Jalan utama desa ini penuh lubang dan becek saat hujan turun. Warga sering kali harus berhati-hati agar tidak terpeleset atau terjebak lumpur. "Kalau musim hujan begini, kami susah sekali membawa hasil panen ke pasar," keluh Pak Joko.
Saluran irigasi sawah pun tak kalah memprihatinkan. Banyak saluran yang tersumbat atau rusak sehingga petani kesulitan mengairi ladangnya. Padahal pertanian adalah tulang punggung ekonomi desa ini.
Tradisi yang Memudar
Dulu, malam-malam di Desa Glonggong sering dihiasi suara gamelan dan tarian tradisional. Namun kini, panggung budaya itu sepi. Kelompok seni desa sudah lama bubar karena minimnya dukungan dan perhatian. Gotong royong pun mulai jarang terlihat; warga sibuk dengan urusan masing-masing.
"Tradisi kita perlahan hilang," kata Pak Lurah sambil menghela napas panjang.
Harapan untuk Masa Depan
Meski tantangan begitu besar, harapan tetap ada di hati warga Desa Glonggong. Pemerintah desa telah menyusun rencana untuk memperbaiki infrastruktur jalan dan irigasi serta meningkatkan fasilitas kesehatan. BUMDes juga direncanakan menjadi motor penggerak ekonomi baru melalui pelatihan keterampilan bagi masyarakat.
"Kami ingin desa ini bangkit," ujar Pak Lurah penuh semangat. "Tapi kami butuh dukungan dari semua pihak."
Di tengah segala keterbatasan, Desa Glonggong tetap berdiri teguh—seperti pohon kelapa yang menjulang tinggi di tepi sawahnya. Meski diterpa angin kencang dan badai hujan, ia tetap kokoh berakar pada tanahnya sendiri. Liputan ini menggunakan deskripsi mendalam untuk menggambarkan suasana Desa Glonggong secara hidup dan emosional agar pembaca dapat merasakan langsung kondisi desa tersebut serta memahami perjuangan warganya.
Sumber: Dokumen RPJMDES tahun 2024 s.d 2017, berkas milik PEMDES Desa Glonggong
Komentar
Posting Komentar