Jagung dan Pengaruhnya Dalam Keseharian Kita: Perspektif Etnografi Pertanian Organik


Jagung (Zea mays L.), sebuah bahan pangan yang telah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya sekadar tanaman yang dibudidayakan di ladang atau pasar. Lebih dari itu, jagung memiliki kedudukan sosial, budaya, dan ekonomi yang begitu penting dalam berbagai dimensi kehidupan. Sebagai bahan pangan alternatif, jagung telah menemani manusia sejak ribuan tahun lalu, dan sampai sekarang, pengaruhnya tetap terasa dalam keseharian kita.

Dalam perspektif antropologi pertanian, jagung bukan sekadar tanaman yang dibudidayakan untuk konsumsi, tetapi juga sebuah entitas yang melibatkan hubungan sosial antara manusia dan alam. Jagung pertama kali dikenal di Amerika Tengah, terutama oleh suku Indian, yang memulai pembudidayaan jagung sekitar 10.000 tahun yang lalu. Proses persilangan alami yang terjadi pada jagung selama ribuan tahun telah menghasilkan lebih dari 50.000 varietas jagung yang ada saat ini. Kehadiran jagung di Nusantara sendiri memiliki jejak sejarah yang erat dengan kedatangan bangsa Portugis. Bibit jagung pertama kali dikenalkan di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Madura, untuk menguatkan ketahanan pangan di lahan yang kering. Di wilayah tersebut, jagung tak hanya menjadi bahan pangan pokok, tetapi juga bagian dari ritual dan tradisi masyarakat setempat.

Salah satu contoh nyata adalah di Lembata dan Sambang, jagung bukan hanya makanan utama, tetapi juga menjadi simbol dalam perayaan ritual. Di Brebes, Jawa Tengah, nasi jagung menjadi hidangan wajib dalam ritual Ngasa dan Ngangsu Banyu Kahuripan, yang menunjukkan kedekatan antara jagung dan upacara adat yang menghubungkan manusia dengan alam semesta. Keberadaan jagung dalam ritual-ritual ini mencerminkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

Kehadiran jagung dalam kehidupan sehari-hari juga bertransformasi seiring dengan perkembangan zaman. Di masa kini, jagung menjadi bahan pangan yang tidak hanya bergengsi, tetapi juga dipandang sebagai alternatif yang lebih sehat dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Dari jajanan pasar seperti marning (jambudin) hingga produk modern seperti popcorn rasa rumput laut, jagung telah menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan selera pasar global. Proses fermentasi jagung untuk pakan ternak, seperti silase jagung, juga menjadi bukti bagaimana jagung mampu memberikan manfaat ganda bagi masyarakat, baik dalam konteks pangan manusia maupun pakan ternak.

Budidaya jagung sendiri telah mengalami transformasi besar berkat sentuhan teknologi dan pemuliaan tanaman. Para petani kini tidak hanya bergantung pada teknik tradisional, tetapi juga memanfaatkan teknologi pertanian untuk meningkatkan hasil panen jagung yang berkualitas. Namun demikian, meskipun ada kemajuan teknologi, para petani jagung tetap menjaga tradisi dan pengetahuan lokal yang diwariskan turun-temurun.

Jagung juga memegang peranan penting dalam ritual masyarakat Jawa, terutama dalam pelafalan doa yang dilakukan dalam konteks keagamaan. Di Pati, Jawa Tengah, marning jagung digunakan dalam upacara mitoni, sebuah tradisi untuk merayakan kehamilan yang mengandung harapan agar anak yang lahir nanti diberi banyak rezeki. Jagung menjadi simbol kelimpahan dan keberkahan dalam kehidupan. Begitu pula dalam ritual doa bagi keluarga yang sedang menunaikan ibadah haji, jagung digunakan sebagai alat hitung dalam melafalkan doa sholawat Nariyah, yang menunjukkan bahwa jagung tidak hanya berfungsi sebagai makanan, tetapi juga sebagai media untuk memperkuat ikatan spiritual dan sosial dalam masyarakat.

Selain sebagai simbol dalam ritual, jagung juga menunjukkan kemampuannya untuk bertahan dalam arus waktu. Misalnya, dalam praktik pengawetan jagung, pemulia tanaman menggunakan teknik pengasapan untuk menjaga agar hasil panen tetap awet dan terlindung dari hama. Proses ini menunjukkan kedalaman pengetahuan lokal yang berakar pada pengalaman panjang dalam mengelola sumber daya alam.

Jagung, sebagai tanaman yang tidak hanya memberikan manfaat pangan tetapi juga memiliki makna sosial dan budaya yang mendalam, tetap menjadi elemen penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari nasi jagung yang dijual di pasar tradisional hingga menjadi bagian tak terpisahkan dari hidangan ritual, jagung tetap menghiasi setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, jagung tidak hanya berbicara tentang pertanian, tetapi juga tentang bagaimana tanaman ini menjadi bagian dari kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Jagung adalah simbol keberlanjutan, ketahanan pangan, dan hubungan manusia dengan alam yang tidak lekang oleh waktu.

Penulis: Suhadi
Editor: Indarti PN
Penyelaras: Mulyadi
Fotografer: Tristania Silvika

Komentar

Postingan Populer